“Kegawatdaruratan Retensio Plasenta dan Sistem Rujukannya"
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan
pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa,
solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan
oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan
pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi
morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan
lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di
luar negeri.
Perdarahan
setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.—Diperkirakan ada 14 juta
kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi
dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan
terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar
kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat
datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.
Perdarahan
yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas
sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas
dari dinding uterus karena:
a). Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta (plasenta adhesiva);
b).Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan
tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada
bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio
plasenta). Sehingga dilakukan tindakan manual plasenta.
1.
Pengertian Retensio Plasenta
Retensio
placenta adalah terlambatnya kelahiran placenta selama ½ jam setelan kelahiran
bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio placenta berulang. Placenta
harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan., infeksi karena
sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkarserata, dapat terjadi polip
placenta, dan terjadi degenerasi ganas korikarsinoma
2.
Sebab – sebab terjadinya Retensio Plasenta
Retensio
Plasenta terjadi karena :
Ø HIS kurang kuat
Ø Placenta sukar
lepas karena :
Tempatnya : insersi disusut tuba.
Bentuknya : Placenta membranacea, placenta anularis.
Ukurannya : Placenta yang sangat kecil
Tempatnya : insersi disusut tuba.
Bentuknya : Placenta membranacea, placenta anularis.
Ukurannya : Placenta yang sangat kecil
Ø Perlengketan plasenta yang
abnormal terjadi apabila pembentukan desidua terganggu.
Bila placenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian placenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Placenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemi atau rectum penuh, karena itu yang kedua nya harus dikosongkan.
3.
Jenis Retensio Plasenta
Jenis
– jenis Retensio Plasenta adalah sebagai berikut :
v Plasenta
Adhesiva yaitu implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme perpisahan fisiologis
v Plasenta
Akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium
v Plasenta
Inkreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miometrium
v Plasenta
Perkreta yaitu implantasi jonjot korion yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus
v Plasenta
Inkarserata yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri
4.
Tanda dan Gejala Retensio Plasenta
Gejala
|
Akreta parsial
|
inkarserata
|
Akreta
|
Konsistensi uterus
|
Kenyal
|
Keras
|
Cukup
|
Tinggi fundus
|
Sepusat
|
2 jari bawah pusat
|
Sepusat
|
Bentuk uterus
|
Discoid
|
Agak globuler
|
Discoid
|
Perdarahan
|
Sedang – banyak
|
Sedang
|
Sedikit / tidak ada
|
Tali pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak terjulur
|
Ostium uteri
|
Terbuka
|
Konstriksi
|
Terbuka
|
Pelepasan plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat seluruhnya
|
Syok
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang sekali,
kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat
|
5.
Predisposisi Retensio Plasenta
ü Grandemultipara
ü Kehamilan
ganda
ü Kasus
Infertilitas
ü Plasenta
previa
ü Bekas
operasi pada uterus
6.
Penatalaksanaannya
a. Sikap umum Bidan
→ Memperhatikan keadaan umum penderita
- Apakah anemis
- Bagaimana jumlah perdarahannya
- Keadaan umum panderita : TD, nadi. Suhu
- Keadaan FU : kontraksi dan TFU
→ Mengetahui keadaan placenta
- Apakah placenta inkarserata
- Melakukan tes placenta lepas : Metode kusnert, metode klien, metode strassman, metode manuaba.
→ Memperhatikan keadaan umum penderita
- Apakah anemis
- Bagaimana jumlah perdarahannya
- Keadaan umum panderita : TD, nadi. Suhu
- Keadaan FU : kontraksi dan TFU
→ Mengetahui keadaan placenta
- Apakah placenta inkarserata
- Melakukan tes placenta lepas : Metode kusnert, metode klien, metode strassman, metode manuaba.
b. Sikap khusus Bidan
o Retensio placenta dengan perdarahan
o Retensio placenta dengan perdarahan
→
langsung melakukan manual placenta
o Retensio placenta dengan tanpa perdarahan
→ Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segara memasang infuse dan memberikan cairan.
→ Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas yang cukup , untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
→ Memberikan transfuse
→ Proteksi dengan antibiotika
o Retensio placenta dengan tanpa perdarahan
→ Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segara memasang infuse dan memberikan cairan.
→ Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas yang cukup , untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
→ Memberikan transfuse
→ Proteksi dengan antibiotika
c.
Upaya
Preventif Retensio Placenta oleh Bidan
→ Meningkatkan penerimaan KB, sehingga memperkecil terjadi retensio placenta
→ Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
→ Pada waktu pertolongan persalinan pada kala II tidak diperkenankan untuk melakukan masasse dengan tujuan mempercapat proses persalinan placenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi oto rahim dan mengganggu pelepasan placenta.
→ Meningkatkan penerimaan KB, sehingga memperkecil terjadi retensio placenta
→ Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
→ Pada waktu pertolongan persalinan pada kala II tidak diperkenankan untuk melakukan masasse dengan tujuan mempercapat proses persalinan placenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi oto rahim dan mengganggu pelepasan placenta.
RETENSIO PLACENTA DAN PLACENTA MANUAL
Placenta manual merupakan tindakan
operasi kebidanan untuk melahirkan retensio placenta yang dilakukan secra manual
( menggunakan tangan ) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya
keluar dari kavum uteri.
Tekhnik operasi placenta manual tidaklah sukar, tetapi harus difilirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat memyelamatkan jiwa penderita.
Tekhnik operasi placenta manual tidaklah sukar, tetapi harus difilirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat memyelamatkan jiwa penderita.
KOMPLIKASI TINDAKAN PLACENTA
MANUAL
Tindakan placenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Terjadi perforasi uterus
b. Terjadi infeksi : terdapat sisa placenta atau membrane dan bacteria terdorong kedalam rahimü
c. Terjadi perdarahan karena atonia uteriü
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
a. Memberikan uterotonika IV atau IM
Tindakan placenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
a. Terjadi perforasi uterus
b. Terjadi infeksi : terdapat sisa placenta atau membrane dan bacteria terdorong kedalam rahimü
c. Terjadi perdarahan karena atonia uteriü
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
a. Memberikan uterotonika IV atau IM
b. Memasang tamponade uterovaginal
c. Memberikan antibiotika
d. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah
c. Memberikan antibiotika
d. Memasang infuse dan persiapan transfuse darah
Penanganan :
a)
Pemasangan
cairan infuse
→ Tujuannya untuk menambah cairan / tenaga ibu
→ Tujuannya untuk menambah cairan / tenaga ibu
b)
Menjelaskan kepada ibu tentang prosedur dan
tujuan tindakan
c)
Siapkan alat
d)
Cuci tangan
e)
Mengosongkan kandung kemih
→ Jika ibu tidak mampu berkemih sendiri, lakukan pemasangan kateter
→ Jika ibu tidak mampu berkemih sendiri, lakukan pemasangan kateter
f)
Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10
Cm dari vulva, tegangkan dengan 1 tangan
sejajar dengan lantai
g)
Masukkan tangan ke dalam kavum uteri secar
obstetric dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
h)
Satelah mencapai bukaan serviks, minta asisten
untuk menegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus
i)
Sambil menahan fundus, masukkan tangan hingga
ke kavum uteri sampai mencapai tempat implantasi placenta
j)
Bentangkan tangan obstetric menjadi datar
seperti member salam
k)
Tentukan implantasi placenta, temukan tepi
placenta paling bawah
→ Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
→ Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas
→ Bila placenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah
→ Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas
l)
Setelah ujung jari masuk diantara placenta dan
dinding uterus maka perluas
→ Pelepasan placenta dengan jalan menggeser
tangan ke kanan dan kiri
sambil digeserkan keatas hingga semua pelekatan placenta terlepas dari dinding uterus.
m)
Sementara
1 tangan masih di dalam kavum uteri, lakuakn eksplorasi untuk menilai tidak ada
sisa placenta yang tertinggal
n)
Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra
symfisis kemudian minta asisten untk menarik tali pusat sambil tangan dalam
membawa placenta keluar
o)
Lakukan penekanan uterus, kea rah dorso
cranial setelah placenta di lahirkan dan tempatkan placenta di dalam wadah yang
disediakan
p)
Periksa kembali tanda vital ibu
q)
Beri tahu ibu dan keluarga bahwa tindakan
telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
r)
Lakukan
pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan
s)
Segera setelah placenta lahir, lakukan masase
fundus uteri
t)
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15
detik, lakukan KBI, KBE, KBA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar