Senin, 28 Mei 2012

kontrasepsi implan dan IUD

A.    DEFINISI
            Implant adalah Alat kontrasepsi yang berbentuk kapsul kosong silastic (karet silikon) yang di isi dengan hormon dan ujung-ujungnya kapsul yang di tutup dengan silastic adhesive.(Keluarga Berencana Hanafi.2004:179), sedangkan IUD adalah salah satu metode kontrasepsi yang paling populerdigunakan di seluruh dunia, jenis yang paling umum adalah Tembaga IUD.
B.     MEKANISME KERJA
1.      Mekanisme IUD

      Mekanisme kerja yang pasti dari IUD belum diketahui. Ada beberapamekanisme kerja IUD yang telah dianjurkan :
Ø  Timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesfik didalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Disamping itu, dengan munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel mononuclear dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lysis dari spermatozoa/ovum dan blastocyst.
Ø  Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan terhambatnya implantasi.
Ø  Gangguan atau terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di dalam endometrium.
Ø  Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
Ø  Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
Ø  Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. 
Ø  Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
Ø  AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
Ø  Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 
Ø  Dari penelitian-penelitian terakhir, disangka bahwa IUD juga mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilisasi). Ini terbukti dari penelitian di Chili, diambil ovum dari 14 wanita pemakai IUD dan 20 wanita tanpa menggunakan kontrasepsi. Semua wanita telah melakukan sanggama sekitar waktu ovulasi. Ternyata ova dari wanita akseptor IUDtidak ada yang menunjukkan tanda-tanda fertilisasi maupun perkembangan embrionik normal, sedangkan setengah dari jumlah ovum wanita yang tidak memakai kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda fertilisasi dan perkembangan embrionik yang normal. Penelitian ini menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara mencegah terjadinya fertilisasi.
2.      Mekanisme kerja Implan
Ø  Lendir serviks menjadi kental
Ø  Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi
Ø  Mengurangi transportasi sperma
Ø  Menekan ovulas
C.    Efektifitas
ü  Implan

            Angka kegagalan Norplant < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama, Efektivitas Norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun ke-6 kira – kira 2,5 – 3 % akseptor menjadi hamil, dan Norplant – 2 sama efektivitasnya seperti norplant, untuk waktu 3 tahun pertama.
 
PENAPISAN
Ø  Tanyakan apakah klien telah mendapatkan konseling tentang prosedur pemasangan implant
Ø  Tanyakan tentang adanya reaksi alergi terhadap obat (anastesi local atau jenis antiseptic tertentu)
Ø  Singkirkan kemungkinan adanya kehamilan
Ø  Periksa kondisi kesehatan klien yang dapat menimbulkan masalah.
Ø  Melakukan pemeriksaan fisik lanjutan bila ada indikasi dan meneliti kembali rekam medic

ü  IUD
Efektivitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas (continuationrate) yaitu berapa lama IUD tetap tinggal in-utero tanpa :
a.Ekspulsi spontan.
b.Terjadinya kehamilan.
c.Pengangkatan atau pengeluaran karena alasan-alasan medis atau pribadi.


D.    Ekspulsi pada alat kontrasepsi IUD dan Implan
            Ekspulsi yaitu Pengeluaran sendiri alat kontrasepsi tersebut dari tempat insersinya. Yang disebabkan karena :
1.       Ekspulsi IUD
Sering dijumpai pada masa 3 bulan pertama setelah insersi, setelah satu tahun angka ekspulsi akan berkurang.
Ø  Umur dan paritas
·         Umur : Makin tua usia, makin rendah angka kehamilan, ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran IUD.
·         Paritas : Makin muda usia, terutama pada nulligravid, makin tinggi angka ekspulsi dan pengangkatan / pengeluaran IUD.
Ø  Lama pemakaian
Tergantung dari efektifitas jangka pemakaian IUD tersebut, jika pemakaian IUD sudah melewati batas dari jangka pemakaian IUD 10 tahun kemungkinan besar terjadinya ekspulsi.
Ø  Ekspulsi sebelumnya
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami ekspulsi pada alat kontrasepsinya, atau disebabkan karena insersi yang tidak baik dari IUD.
Ø   Jenis dan ukuran
Ukuran, Bentuk dan jenis dari IUD yang mengandung Cu atau Progesterone sangat menentukan terjadinya ekspulsi. Karena makin besar IUD,  makin sukar insersinya, makin rendah ekspulsinya, dan sebaliknya.
Ø  Faktor psikis
Yaitu dimana seorang aseptor mengalami gangguan psikologis seperti stress.
Ø  Waktu atau saat insersi
a.       Insersi interval
·      Kebijakan lama : insersi IUD dilakukan selama atau segera sesudah haid, alasannya ostium uteri terbuka, canalis servikalis lunak, wanita pasti tidak hamil. Tetapi akhirnya kebijakan ini ditinggalkan karena infeksi dan ekspulsi lebih tinggi jika insersi dilakukan saat haid.
b.      Insersi post partum
·      Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari postpartum, hanya kerugian paling besar adalah angka kejadian ekspulsi yang sangat tinggi. Menurut penelitian disingapura saat yang terbaik adalah 8 minggu post partum karena bahaya perforasi yang rendah.
c.       Insersi post abortus
·   Abortus semester I : ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lainnya sama dengan pada insersi interval
·   Abortus semester II : ekspulsi 5 – 10 x lebih besar dari pada setelah abortus trimester I
               Dari uraian di atas, maka efektifitas penggunaan dari IUD tergantung pada variabel administratif, pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman pemasang, kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan akseptor untuk mengetahui terjadinya ekspulsi dan kemudahan akseptor untuk mendapatkan pertolongan medis.

2.      Ekspulsi Implan
            Susuk tidak akan berpindah pindah dari tempat insersinya, dan akan tetap berada di lokasinya sampai saatnya diangkat dan prosedur pemasangan selalu disertai pemberian anastesi lokal sehingga tidak akan timbul rasa sakit yang hebat.
E.     Penatalaksanaan oleh Bidan
Ø  Pada kasus ekspulsi IUD
·         Memperhatikan keadaan umum klien
·         Melakukan pemeriksaan keadaan fisik klien ( head to toe ) dan inspekulo pada tempat insersi IUD
·         Periksa apakah ada tanda – tanda infeksi pada Alat genitalia
·         Apakah ada perdarahan karena ekspulsi tersebut
·         Periksa apakah ada benang atau alat kontrasepsi AKDR yang tertinggal di dalam rahim
·         Periksa apakah terjadi perforasi pada klien untuk penanganan yang lebih lanjut ( apakah memerlukan rujukan )
·         Menjelaskan kejadian tersebut pada klien dan jika membutuhkan penanganan lebih lanjut ( rujukan ) siapkan informet consent dan informet choois pada klien.

Ø  Pada kasus ekspulsi Implan
·         Perhatikan keadaan klien
·         Jelaskan kepada klien apa yang terjadi dan prosedur apa yang akan di lakukan klien
·         Cabut kapsul ekspulsi
·         Periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat
·         Periksa apakah ada tanda – tanda infeksi
-          Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada di tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda
-          Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul yang baru pada lengan yang lain
·         Anjurkan klien menggunakan metoda kontrasepsi lain, atau berikan konseling pada klien mengenai alat kontrasepsi lain.















Rabu, 16 Mei 2012


ATONIA UTERI

Adapun yang melatarbelakangi makalah ini yang membahas mengenai “ Atonia Uteri” adalah agar kita dapat mengetahui apa itu atonia uteri dan bagaimana cara penatalaksanaan pada atonia uteri. Makalah ini dibuat agar mahasiswa lebih memahami lagi tentang pengertian, penyebab, dan cara penanganan atonia uteri.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan Pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).


 
Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 2002)
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek.
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono, 2009)

2.2. Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri
Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
a.       Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
·   Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
·   Kehamilan gemelli
·   Janin besar (makrosomia)
b.      Kala satu atau kala 2 memanjang
c.       Persalinan cepat (partus presipitatus)
d.      Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e.       Infeksi intrapartum
f.       Multiparitas tinggi
g.      Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia.
h.      Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
i.        Malnutrisi
j.        Kesalahan penanganan dalam usaha melahirkan plasenta
k.      Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun
l.        Ada riwayat pernah atonia uetri sebelumnya
m.    Kehamilan grande-multipara
n.      Kelainan uterus
o.      Riwayat  peradarahan pasca persalinan atau riwayat plasenta manual
p.      Tindakan opertaif dengan anstesi umum yang terlau dalam
q.      Partus lama
r.        Hipertensi dalam kehamilan
            Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

2.3 Manifestasi Klinis
1.      Uterus tidak berkontraksi atau lemahny kontraksi uterus dan lembek
2.      Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

2.4 Tanda dan gejala atonia uteri
1.      Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
2.      Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3.      Fundus uteri naik
4.      Terdapat tanda-tanda syok
a.       nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b.      tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c.       pucat
d.      keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e.       pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f.       gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g.      urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)                   
2.5 Diagnosis
            Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir  ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

2.6 Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

2.7 Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
            Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

NO
Langkah penatalaksanaan
Alasan
1
Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta(maksimal 15 detik)
Masase merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus
2
Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vaginadan lubang servik




Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
3
Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat  dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptik
Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.

4
Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
Kompresi bimanual internal memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
5
Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal (KBE)
Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya
6
Keluarkan tangan perlahan-lahan
Menghindari rasa nyeri
7
Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg
Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus
8
Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin
Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.
9
Ulangi kompresi bimanual internal
KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi
10
Rujuk segera
Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah dan tranfusi darah
11
Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi
12
Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi
RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk berkontraksi.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

2.8 Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)
1.      Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2.      Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera

3.      Jika uterus tidak berkontraksi maka
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
·         Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
·         Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
·         Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
·         Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

4.      Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

5.      Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

6.      Ligasi Arteri Iliaka Interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
            Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

7.      Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

8.      Kompresi bimanual atonia uteri

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik :
1.      Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
2.      Eksplorasi dengan tangan kiri
3.      Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
4.      Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas
5.      Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna